Sabtu, 20 April 2013


Pengaturan Hukum Tentang Alih Teknologi di Indonesia 

GBHN 1993 Bab 1 huruf c butir 5 dinyatakan bahwa sasaran jangka panjang pembangunan bidang hukum untuk pembangunan jangka panjang tahap II ialah: 

Terbentuk dan berfungsinya Sistim Hukum Nasional yang mantap bersumberkan Pancasila dan UUD 1945 dengan memperhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku yang mampu menjamin kepastian ketertiban penegakan dan perlindungan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran serta mampu mengamankan dan mendukung pembangunan Nasional yang didukung oleh aparatur hukum sarana dan prasarana yang memadai serta masyarakat yang sadar dan taat hukum. 

Hukum sebagai sarana pembaharuan sosial harus mampu untuk memberikan pengaturan terhadap perkembangan baru, untuk itu alih teknologi harus dapat diatur secara hukum Indonesia, sebagai negara berkembang menyadari bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai peranan penting dalam mempercepat pembangunan sosio ekonomi nasional dan khususnya dalam memperlancar peningkatan produksi dari barang dan jasa dalam sektor industri dan memasukkarl teknologi asing yang cocok yang tepat dari luar negeri kedalam negeri dengan ketentuan-ketentuan, syarat-syarat dan harga yang menguntungkan bagi kepentingan nasional berarti akan memperbesar peranan tersebut.

1.Pengaturan tentang alih teknologi perlu diperhatikan dalam kerangka untuk 
masuknya teknologi baru di Indonesia, apakah melalui kerjasama lisensi atau melalui 
penanaman modal asing, pemegang hak cipta berhak memberikan lisensi kepada 
pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi.
2.Pembangunan industri untuk Indonesia sangat diperlukan terutama dalam 
kaitan dengan penemuan baru. Suatu penemuan baru harus dapat direaksir segera 
dimana paten atau penemuan tersebut didaftarkan. 

Pihak-pihak dapat memula pengadilan negeri untuk menggunakan paten tersebut dan kepada pihak yang menggunakan lisensi wajib tersebut harus memberikan royalti yang wajar kepada pihak pemegang paten tersebut. 

Berdasarkan kategori di atas jelas terlihat bahwa penggunaan teknologi baru atau alih teknologi harus mendapat pengaturan yang memadai sehingga dunia usaha akan terhindar dari peniruan teknologi lain, dan halo ini sejalan dengan persetujuan umum tentang tarif dan perdagangan yang merupakan perjanjian perdagangan multilateral yang pada dasarnya bertujuan menciptakan perdagangan bebas perlakuan yang sama dan membantu menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan guna mewujudkan kesejahteraan manusia.

Persetujuan trips memuat norma-norma dan standard perlindungan bagi karya intelektual manusia dan menempatkan perjanjian Internasional di bidang hak atas kekayaan intelektual sebagai dasar.

Pengaturan hukum dalam bidang alih teknologi baik yang berkaitan denganlisensi maupun yang berkaitan dengan penanaman modal asing.

Untuk itu perlu menjabarkan dengan tegas dan harus bagaimana mekanisme pengalihan teknologi dari pemilik teknologi asing kepada teknologi Indonesia, sehinga produksi suatu teknologi akan lebih meluas ke negera-negara berkembang.

Suatu perusahaan menentukan kelanjutan produksinya menggunakan produksi orang lain dengan jalan lisensi. WIBO (World Intelectual Property Organization) bertanggung jawab untuk melahirkan promosi dan perlindungan milik intelektual diseluruh dunia.

Jadi negara-negara harus tunduk dan patuh pada peraturan hukum internasional untuk itu negara harus melakukan ratifikasi tentang peraturan  yang berkaitan dengan hak milik intelektual, penanaman modal asing dan perjanjian lisensi. Indonesia menerapkan ketiga bentuk tersebut kedalam mekanisme
pengaturan alih teknologi di Indonesia.

B. Cara Alih Teknologi
Alih teknologi dari suatu negara kenegara lain, umumnya dari negara maju berkembang dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung pada macamnya bantuan teknologi yang dibutuhkan untuk suatu proyek. Teknologi dapat dipindahkan melalui cara sebagai berikut.
 1.  Memperkerjakan tenaga-tenaga ahli aging perorangan.
Dengan cara ini negara berkembang bisa dengan mudah mendapatkan teknologi,
yang berupa teknik dan proses manufacturing yang tidak dipatenkan. Cara ini
hanya cocok untuk industri kecil dan menenqah.
2.  Menyelenggarakan suplai dari mesin-mesin dan alat equipment lainnya. Suplai ini
dapat dilakukan dengan kontrak tersendiri.
3. Perjanjian lisensi dalam teknologi sipemilik teknologi dapat memudahkan teknologi dengan memeberikan hak kepada setiap orang/badan untuk melaksanakan teknologi dengan suatu lisen
4.  Expertisi dan bantuan, teknologi.
Keahlian dan bantuan dapat berupa:
- Studi pre-investasi.
- Basic pre-ingeenering.
- Spesifikasi masin-mesin.
- Pemasangan dan menja1ankan mesin-mesin
- Manajemen.

Kebijaksanaan pemerintah menerbitkan UU NO. 1/1967 tentang PMA merupakan langkah awal bagi Indonesia untuk melakukan kerjasama dengan pihak asing yang termasuk didalamnya pengalihan teknologi.

Alih teknologi pada kenyataannya harus dibeli dengan harga tinggi. Teknologi pada hakekatnya telah menjadi komoditi yang mahal dan langka karena banyak diminta keadaan tersebut makin tertampilkan karena alih teknologi PMA selalu dikaitkan dengan bidang yang menjadi otoritas IPR (Intelektual Property Right). IPR
telah larut dalam tahap pemilihan teknologi yang digunakan, pada tahap produksi dan begitu pula pada saat produk dipasarkan. Bahkan disinyalir IPR telah menjadi komoditi dagang itu sendiri.

Kita dapat melihat bahwa alih teknologi bukan merupakan hal yang mudah dan murah tapi sesuatu yang mahal. Membutuhkan perhitungan yang matang dalam kerangka memajukan teknologi dalam era globalisasi. Indonesia dalam menghadapi era globalisasi mau tidak mau harus berani menerapkan perjanjian alih teknologi dalam kerangka menghindarkan ketertinggalan dengan negara lain pada era
globalisasi.

Penciptaan hukum perlu diciptakan kaedah hukum baru di Indonesia. Dalam penciptaan hukum tersebut terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan.

1. Masaalah yang bersifat teknis yuridis.
2. Masaalah substansi aturan hukum yang akan diciptakan.
3. Masaalah arah politik hukum nasional.

ad.1.  Masalah teknis yuridis, menyangkut hal-hal yang berupa tata cara dalam
pembentukan, pengundangan dan pemberlakuan aturan hukum.
ad.2.  Masaalah substansi aturan hukum berfokus dan berpersoalan materi yang
menjadi muatan aturan yang akan diciptakan.
ad.3.  Pembentukan aturan hukum bersandar pada kebijaksanaan Nasional yang
lazim dituangkan keberbagai peraturan perundangan peraturan yang lebih
rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi
peringkatnya .

Globalisasi akan merupakan peluang bila mana kita siap dan dapat memanpaatkannya dengan baik serta berusaha mengatasi bahaya-bahayanya bagi kehidupan nasional. Sebaiknya akan menimbulkan musabab apabila kita tidak siap dengan global vision dan hanyut bersama sisi-sisi berbahaya bagi kehidupan nasional
tersebut antara lain adalah saling ketergantungan antara bangsa semakin meningkat berlakunya standar-standar baku antara nasional di berbagai kehidupan kecenderungan melemahnya ikatan-ikatan etponosentrik dan ikatan-ikatan nasional, dominasi modal asing dan peran serta yang paling kuat, berkembangnya konsep
kesejahteraan regional dan global serta perobahan sosial yang sangat cepat (pandangan lotge)

  Untuk itu perlu diperhatikan pengembangan peraturan akhirteknologi dengan memperhatikan peringkat hukum nasional, regional dan internasional.

Penerapan peraturan,tersebut sangat penting artinya dalam usaha memajukan produksi negara berkembang yang akan di pasarkan kepasar regional dan global untuk itu maka Indonesia harus segera menerapkan ahli teknologi dalam bidang penerimaan modal asing, paten dan merek. Lisensi merupakan cara untuk
ahli teknologi perjanjian lisensi merupakan perjanjian antara pemilik teknologi dengan negara berkembang dalam memproduksi suatu produk.

C. Pengaturan Hukum Tentang Alih Teknologi Dalam Rangka PMH.

Sejak tahun 1970, di sadari bahwa penanaman modal asing perusahaan asing
yang melakukan kontrol dengan berbagai negara berkembang dalam hal ini
Indonesia, membangun modal teknologi dan berbagai keahlian ke Indonesia,
memburu modal teknologi dan berbagai keahlian ke Indonesia. Konsiderans UU No.
1/67 tentang PMA pada konsiderans point a jo c. Bahwa kelemahan ekonomi
potensial yang dengan karunia Tuhan Yang Maha Esa terdapat banyak diseluruh
wilayah tanah air kita yang belum diolah untuk dijadikan kekuatan ekonomi riil yang
antara lain yang disebabkan karena ketiadaan modal, pengalaman dan teknologi.
Bahwa pembangunan ekonomi berarti pengolahan ekonomi potensial menjadi
kekuatan ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan teknologi,
penambahan pengetahuan, peningkatan, keterampilan, kemampuan berorganisasi
dan manajemen. Kebijakan itu dituangkan lebih lanjut pada pasal 12 UU No../67
tentang PMA. Perusahaan modal asing berkewajiban menyelenggarakan dan/atau
menyediakan fasilitas latihan dan pendidikan di dalam dan di luar negeri secara
teratur dan terarah bagi warga negara Indonesia agar berangsur-angsur warga
negara asing dapat diganti oleh tenaga-tenaga warga negara Indonesia. Tenaga
kerja Indonesia selama bekerja diperusahaan asing tersebut dapat menambah
pengalaman keterampilan dan menerima sistim kerja, sistim pendayagunaan
peralatan mutahir dipakai oleh perusahaan, sehingga pada akhirnya dapat
menguasai teknologi tersebut untuk selanjutnya dimanfaatkan sendiri guna
menunjang pembangunan Indonesia. Dengan kata lain tenaga kerja Indonesia dapat
menggantikan tenaga kerja asing bilamana perusahaan asing tersebut tidak di
Indonesianisasi.

Jadi alih teknologi dalam kerangka PMA dibagi 2.

1. Alih teknologi dalam pengertian penyerapan teknologi.
2. Alih teknologi dalam pengertian mewarisi perusahaannya karena habis izin
usahanya, karena perjanjian, konpensasi atau nasionalisasi dalam arti dijalankan
sepenuhnya alih tenaga dan modal nasional.

D. Perjanijian Lisensi Dalam Alih Teknologi.

Pada umumnya bagi negara-negara yang telah memiliki perundangan yang mengatur tentang perjanjian lisensi yaitu lisensi wajib, lisensi karena permupakatan dan lisensi karena berlakunya hukum. Lisensi wajib adalah lisensi yang didasarkan pada pengaturan pejabat pemerintah bentuk lisensi ini jarang dipergunakan.

Lisensi karena permupakatan yaitu seorang atau badan hukum menerima lisensi boleh memberi suatu lisensi dibawah penemuan patennya kepada orang lain melalui suatu kontrak.

Lisensi karena berlakunya semua hukum ialah lisensi yang diambil dari peraturan hukum yang berlaku UU No. 13 tahun 1997 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 6 tahun 1989 memuat aturan tentang lisensi sebagai berikut:
pasal 82 UU paten tersebut berbunyi:
1.  Setiap orang setelah lewat jangka waktu 36 (tiga puluh enam) belum terhitung
syah tinggal pemberian paten dapat mengajukan lisensi wajib kepada pengadilan
negeri untuk melaksanakan paten yang bersangkutan.
2.  Permintaan lisensi wajib sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat
dilakukan dengan alasan bahwa paten yang bersangkutan tidak dilaksanakan di
Indonesia oleh pemegang paten. Pada hal kesempatan untuk melaksanakan
secara komersial sepatutnya ditumpuk.
3.  Permintaan lisensi wajib dapat juga diajukan setiap saat setelah paten diberikan
atas dasar alasan bahwa paten telah dilaksanakan oleh pemegang paten atau
pemegang lisensinya dalam bentuk dan dengan cara yang merugikan
kepentingan masyarakat.
4. Dengan memperhatikan kemampuan dan perkembangan keadaan, pemerintah
awal pelaksanaan Undang-undang ini pada pengadilan tertentu.

Berdasarkan ketentuan di atas seseorang atau badan hukum dapat
menggunakan teknologi orang lain untuk diproduksi, asalkan teknologi itu sudah
melewati jangka waktu tertentu dan belum dilaksanakan di Indonesia dimana paten

tersebut didaftarkan.

Lisensi wajib ini diberikan tidak lain karena keperluan. Pasar dan penerima
lisensi wajib untuk membayar royalti kepada pemegang paten dengan harga yang
mereka sepakati bersama.

Syarat-Syarat Umum Perjanjian Lisensi
Bagi sementara negara-negara berkembang yang belum memiliki perundang-
undangan yang mengatur tentang perjanjian lisensi ini, pada umumnya akan
memperhatikan beberapa aspek dasar di dalam perjanjian lisensinya antara lain:
a.  Proses harus telah terbukti baik secara komersial (comercially proven).
b.  Licensor mempunyai paten dan atau know how proses yang masih berlaku
c. Licensor akan menyediakan know how proses dalam bentuk paket desain
engineering proses, dan akan membantu licensee, melalui review atau partisipasi
dari detailed engineering konstruksi, commission sampai operasi pabrik.
d.  Licensee biasanya mendapatkan lisensi yang non-exclusive dan non-transfereable
untuk memproduksi di negaranya dan untuk penjualan ke negara lain.
e.  Licensee biasanya harus menunjuk kontraktor untuk melaksanakan detail
engineering dan konstruksi pabrik yang terikat ketentuan licensor.
f.  Pembayaran kepada licensor dalam bentuk lump-sum fee untuk kapasitas
tertentu dan royalty per ton produksi (ketentuan-ketentuan tersebut perlu
negosiasi agar licensee dapat dibebaskan).
g. Jasa-jasa tambahan untuk perluasan, penyesuaian proses teknologi, operasi
pabrik dan pemasaran produk harus dituangkan dalam kontrak tersendiri.

h.  Batasan izin yang akan diberikan kepada penerima lisensi akan membatasi
pemberi lisensi untuk mempergunakan teknologinya atau memberikan lisensi
lebih lanjut kepada orang lain.
i.  Lapangan penggunaan hak milik perindustrian yang dapat digunakan oleh
penerima lisensi, juga ditetapkan dalam perjanjian lisensi. Misalnya saja hasil
produksi farmasi hanya untuk binatang, bukan untuk manusia, atau sebaliknya.
j.  Daerah tempat teknologi itu dipergunakan serta batas waktu perjanjian lisensi itu
juga disebutkan dalam perjanjian lisensi.
k.  Licensor akan menyediakan program latihan komrehendif bagi personnel licensee
sesuai dengan operasi pabrik yang bersangkutan.
l.   Biasanya juga dilakukan pertukaran informasi terhadap kemajuan proses, dan
umumnya tidak dipungut biaya paling tidak untuk jangka waktu 10 tahun.

Berbicara tentang jaminan /guarantee yang harus diberikan oleh si suplaier
dari teknologi, maka jaminan-jaminan ini supaya mengikat harus dicantumkan di
dalam perjanjian lisensi.
Jaminan-jaminan tersebut adalah sebagai berikut:
a.  Bahwa teknologi yang dipindahkan mempunyai kemampuan, untuk mencapai
tingkat produksi dan standar dari kualitas sebagaimana diperinci di dalam
perjanjian.
b.  Bahwa si penerima teknologi berhak mendapatkan semua perbaikan dan
pembaharuan yang dilakukan dalam teknologi oleh si supplair selama jangka
waktu transaksi berlaku, semua barang-barang modal, intermediate inputs,
bahan- bahan baku.
 Dan ketentuan di atas, jika tidak diatur dengan jelas dalam perjanjian lisensi
tersebut tentang jumlah barangnya wilayah jual dan larangan untuk ekspor suatu
produk asing.

Untuk masalah paten ini ada diatur dua model paten (lihat psl 17 ayat 1 UU
paten No. 13/1977) dimana pemegang paten mempunyai hak khusus untuk
melaksanakan patennya dan melarang orang lain tanpa persetujuannya.
1. Dalam hal paten produk; membuat, menjual, mengimpor, menyewakan,
menyerahkan, memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau
diserahkan hasil produksinya yang diberi paten.
2.  Dalam hal paten proses, menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk
membuat barang.

Pasal 21 UU paten No. 13/1997; Dalam suatu hal produk diimpor ke Indonesia dan proses untuk pemegang paten berhak untuk melindungi paten tersebut. Dengan demikian maka paten tidak dapat begitu saja ditiru dan dilisensi tanpa persetujuan pemegang paten asing pemegang paten asing masih dapat melakukan perlindungan hukum atas patennya di Indonesia.

Untuk itu kalau terjadi pejanjian lisensi antara pihak asing dan Indonesia dapat didaftarkan perjanjian tersebut kepada kantor paten. Bagaimana kalau para pihak mamakai asas konsensualitas dalam berkontrak dan mereka tidak mendaftarkan kontrak mereka ke kontor paten. Untuk itu diminta kepada investor asing untuk mendaftarkan lisensi tersebut kepada kantor paten agar kepentingan dapat terlindungi.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar